Sabtu, 03 November 2012

Akulturasi dan Relasi internakultural


Akulturasi dan relasi internakultural

Internakultural (komunikasi antarbudaya) menurut Stewart L. Tubbs, adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (baik dalam ras, etnik, atau sosioekonomi) atau gabungan dari semua perbedaan ini.  Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan internakultural sebagai human flow across national boundaries. Misalnya, dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan internakultural sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa internakultural adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.


Fungsi-Fungsi Internakultural

1.         Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

2.         Fungsi Sosial

a.    Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek internakultural di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses internakultural fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b.    Menjembatani
Dalam proses internakultural, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
c.    Sosialisasi nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d.   Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses internakultural. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

Akulturasi dan internakultural (komunikasi antar budaya) memiliki relasi atau hubungan yang saling berpengaruh, karena sesuai dengan pengertian akulturasi yang telah dijelaskan diatas, akulturasi ini merupakan bagaimana suatu kebudayaan menerima kebudayaan asing tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya, proses penerimaan budaya ini tidak akan terjadi tanpa adanya komunikasi antar budaya, karena tanpa adanya komunikasi maka tidak akan terjadi yang namanya pertukaran budaya, dalam komunikasi ini akan terjadi proses saling mempengaruhi antara satu budaya dengan budaya lainnya, sehingga terjadilah suatu akulturasi pada suatu kebudayaan.


Selasa, 09 Oktober 2012

Transmisi Budaya dan Biologis Serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan

Daniah RR
11510667 / 3PA04
Psikologi Lintas Budaya (Tema 2)


Transmisi Budaya dan Biologis Serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan

Transmisi budaya ialah kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah. 
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. 

Bentuk Transmisi Budaya

1.     Enkulturasi
Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu. Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

2.    Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. 

3.    Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.


Awal Perkembangan dan Pengasuhan
Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti Enkulturasi ataupun Akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya. 

Pengertian dan tujuan dari Psikologi Lintas Budaya serta menjelaskan hubungannya antara Psikologi Lintas Budaya dengan disiplin ilmu yang lain

Daniah RR
11510667 / 3PA04
Psikologi Lintas Budaya (Tema 1)


Pengertian dan tujuan dari Psikologi Lintas Budaya serta menjelaskan hubungannya antara Psikologi Lintas Budaya dengan disiplin ilmu yang lain

Psikologi Lintas Budaya (PLB) merupakan salah satu cabang (sub disiplin) dari ilmu Psikologi, yang dalam 100 tahun terakhir ini berbagai studi mengenai PLB mengalami perkembangan yang cukup pesat. Jika ditarik agak jauh kebelakang dengan mencermati fenomena sebelum lahirnya PLB yakni pada masa abad pertengahan (abad ke 15) dan ke 16, maka dapat dilihat kecenderungan masyarakat di Eropa yang menaruh perhatian pada nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kebebasan (freedom), kesetaraan (equality) mengemuka di masa perahlian menuju pembaharuan (renaissance) terhadap sektor-sektor kehidupan. Keragaman (diversity) yang tampak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dan merupakan isu penting pada menjelang masa renaissance tersebut.

Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.

Paling tidak terdapat dua tujuan utama psikologi yaitu menyusun bangunan pengetahuan (body of knowledge) tentang manusia dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh bagi kepentingan kehidupan manusia. Ahli psikologi berupaya memahami perilaku tertentu manusia dari berbagai sudut pandang seperti kapan biasanya terjadinya perilaku tersebut, mengapa itu bisa terjadi dan memprediksi bentuk perilaku yang akan terjadi. Dalam hal ini terdapat dua aspek penting dalam mencapai tujuan pertama psikologi yaitu melakukan riset psikologi dan menciptakan model teoretik perilaku. 

Penelitian dan teori saling terkait dalam disiplin ilmu psikologi. Sementara itu untuk tujuan yang kedua adalah memanfaatkan pengetahuan psikologi bagi kehidupan manusia yang lebih baik di dunia praksis. Pengetahuan ini dapat dipakai sejumlah praktisi yang membutuhkan pemahaman tentang psikologi dalam menjalankan tugasnya masing-masing, seperti pengacara pada kasus hukumnya, konselor/guru/dosen pada pelanyanannya di sekolah dan perguruan tinggi, instruktur/trainer di dunia usaha dan industri, bahkan dokter/terapis di bidang kedokteran dan psikologi klinis.

Pemahaman Budaya dalam Psikologi
Budaya merupakan suatu konsep abstrak dan acapkali disalah artikan dengan menyetarakan istilah tersebut atau mengartikannya dalam pengertian ras, etnis (suku bangsa) atau bangsa (nationality). Padahal budaya adalah suatu konsep rumit yang merekat pada banyak aspek hidup dan kehidupan. Beberapa aspek melibatkan aspek materi seperti makanan dan pakaian, sedang beberapa lagi mengacu pada komunitas dan struktur terpisah seperti organisasi perusahaan; yang lainnya mengacu pada perilaku individu, melakukan aktivitas seperti kegiatan keagamaan.

Pengejawantahan dari budaya dapat dilihat, diamati dan dirasakan. Contoh dalam hal perbedaan budaya untuk perilaku menyapa orang lain (greeting). Budaya Amerika terbiasa dengan bersalaman saat menyapa orang lain, sedangkan budaya Jepang misalnya melakukan perilaku menyapa dengan cara membungkukkan badannya.
Budaya merupakan satu konsep yang dapat menjelaskan perilaku nyata, perubahan dalam perilaku akan "memaksa" perubahan budaya, kesenjangan antara perilaku dan budaya menghasilkan ketegangan yang dapat merubah corak budaya.

Definisi budaya secara luas adalah suatu sistem aturam yang dinamis (eksplisit dan implisit) yang di tumbuh-tradisikan oleh kelompok/komunitas tertentu agar tetap eksis keberadaannya, melibatkan sejumlah sikap, nilai, kepercayaan, norma dan perilaku yang disepakati bersama tetapi mungkin dipahami berbeda oleh spesifik unit, komunikasi lintas generasi, relatif stabil tetapi berpotensi untuk berubah lintas waktu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya
Berbagai faktor dapat mempengaruhi aspek-aspek budaya komunitas tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan wilayah tempat budaya tersebut berada memiliki peran atas pembentukan budaya masyarakatnya. Misalnya, wilayah suatu Negara memiliki sumber daya alam terbatas biasanya membentuk budaya masyarakatnya sebagai pekerja keras, memiliki kerjasama tim dan semangat kerja tinggi.

Populasi yang besar juga mempengaruhi budaya. Komunitas dengan jumlah populasi besar memungkinkan terjadinya "groupism" dan hirarki birokrasi. Beberapa faktor lainnya yang juga dapat berpengaruh terhadap budaya adalah teknologi dan cuaca/iklim suatu wilayah.
Budaya merupakan konstruk individu dan sosial. Seseorang (individu) dapat berperilaku atas nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang disepakati bersama, maka ia akan memperlihatkan budaya dari komunitas tersebut. Tetapi sebaliknya, bila dalam perilakunya dia tidak menunjukkan sikap, nilai dan kepercayaan yang dianut komunitasnya, maka ia tidak bisa dikatakan memperlihatkan suatu budaya tersebut.

Studi PLB memungkinkan kita melihat disiplin ilmu Psikologi dari perspektif ragam budaya. Namun, ragam budaya yang dipelajari dalam PLB lebih bertitik berat pada tata pandang dan cara berpikir Barat (Amerika & Eropa). Sedangkan di Amerika Serikat sendiri terdapat keragaman budaya dan konflik antar budaya, karena memang mereka mulanya berasal dari berbagai ras, etnis dan bangsa yang berbeda. Studi PLB dengan mengacu pada kondisi di Barat hanya bagian dari studi PLB yang seharusnya dikuasai oleh para ilmuwan pendidikan di Indonesia. Jauh lebih penting adalah mempelajari juga PLB yang bernuansa nusantara, mengingat Negara Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Oleh karena itu, sewajarnya studi PLB diarahkan pula pada realitas dan kondisi masyarakat dari Sabang hingga Merauke yang terdiri dari berbagai suku, etnis dan keragaman lainnya.

Akhirnya, studi PLB memang diperlukan guna membawa kita pada pemahaman yang baik dan benar, sekaligus menghargai, menghormati dan merasakan perbedaan budaya (cultural diversity) dan pengaruhnya pada perilaku manusia tapi tetap untuk tidak melakukan vonis dan penilaian terhadap mana perilaku yang salah dan benar, baik atau buruk sekalipun.

Sumber :

Jumat, 16 Maret 2012

Fenomena Bunuh Diri


Tugas 2
Daniah RR
11510667 / 2PA04


Depresi parah dan gangguan psikologis lain dapat menyebabkan individu untuk mengakhiri hidup mereka. Walau mencoba melakukan bunuh diri adalah perilaku yang abnormal, namun pikiran untuk melakukan usaha bunuh diri bukan hal yang tidak umum dalam kehidupan kita. Diperkirakan bahwa untuk setiap usaha bunuh diri yang berhasil dilakukan, terdapat delapan hingga dua puluh lima usaha percobaan bunuh diri, (NIMH,  2006a).

Faktor-faktor biologis. Faktor genetika tampak mengambil peran dalam bunuh diri yang cenderung diturunkan dalam keluarga (Fu, et al, 2002). Sejumlah penelitian telah mengkaitkan bunuh diri dengan tingkatan neurotrasmitter serotonin yang rendah (Ryding, et al, 2006). Analisis paska kejadian terhadap otak dari individu yang melakukan bunuh diri menunjukkan tingkat neurotrasmitter serotonin yang sangat rendah. Kesehatan fisik yang jelek, terutama ketika hal ini berlangsung lama dan kronis, adalah salah satu faktor resiko untuk bunuh diri.

Faktor-faktor psikologis. Faktor-faktor psikologis yang berkonstribusi pada bunuh diri meliputi gangguan mental dan trauma seperti penyiksaan secara seksual. Bergulat dengan stres akibat gangguan psikologis dapat membuat seseorang merasa putus asa, dan gangguan itu sendiri mungkin memotong kemampuan seseorang untuk mengatasi permasalahan kehidupan dengan efektif. Gangguan psikologis yang paling umum ditemukan pada individu yang melakukan bunuh diri adalah depresi dan kecemasan (Boden, Fergusson, & Horwood, 2006; 2007; Zonda 2006). Situasi sekitar yang sangat membuat stres seprti kehilangan pekerjaaan, dikeluarkan sekolah, dan kehamilan yang tidak diharapkan dapat membuat seseorang untuk mengancam dan / melakukan bunuh diri (Westfeld, et al 2006).

Faktor-faktor sosio kultural. Kehilangan seseorang yang disayangi karena kematian, perceraian atau perpisahan dapat membuat seseorang mengupayakan bunuh diri (Wortman & Boerner, 2007). Juga terdapat hubungan antara bunuh diri dan sejarah panjang ketidak bahagian dan ketidka stabilan keluarga. Kesulitan ekonomi yang kronis juga dapat menjadi sebuah faktor dalam bunuh diri (Voley et al, 2006).

Terdapat perbedaan gender dalam bunh diri (Fortuna, et al, 2007). Wanita tiga kali lebih mungkin melakukan upaya bunuh diri daripada pria. Namun, pria lebih mungkin benar-benar bunuh diri daripada wanita (Kochanek, et al, 2004). Psikolog bekerja dengan individu-individu  untuk mengurangi frekuensi dan intensitas dorongan untuk bunuh diri. Memberikan nasihat baik untuk apa yang harus dilakuakn dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika seseorang mengancam bunuh diri.

Sumber : A. King, Laura. 2010. Psikologi Umum. Jakarta: Salemba Umum.

Selasa, 13 Maret 2012

Kesehatan Mental

Tugas 1
Daniah RR
11510667 / 2PA04

Studi tentang potensi manusia untuk pertumbuhan sudah lama diabaikan dalam psikologi yang pertama-tama memeriksa sakit jiwa bukan kesehatan jiwa. Akan tetapi dalam tahun-tahun belakangan ini, ahli-ahli psikologi yang jumlahnya meningkat mulai mengakui kapasitas untuk bertumbuh dan berkembang dalam kepribadian manusia. Berikut ini akan dijelaskan tentang model-model kepribadian sehat yang dikemukakan oleh:

1.    Gordon Allport – Orang yang matang
Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar – kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Orang-orang yang sehat tidak didorong oleh konflik-konflik tak sadar dan tingkah laku mereka tidak ditentukan oleh setan-setan yang ada  jauh dalam mereka.
Allport percaya bahwa kekuatan-kekuatan tak sadar itu merupakan pengaruh-pengaruh yang penting pada tingkah laku orang-orang dewasa yang neurotis. Akan tetapi individu-individu yang sehat yang berfungsi pada tingkat rasional dan sadar, menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga.
Kepribadian-kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Tetapi orang-orang yang sehat dibimbing dan diarahkan oleh masa sekarang dan oleh intensi-intensi ke arah masa depan dan antisipasi-antisipasi masa depan.
Ada segi lain dari konsepsi Allport tentang kepribadian sehat yang mungkin kelihatannya paradoks: tujuan-tujuan yang dicita-citakan oleh orang yang sehat pada hakikatnya tidak dapat dicapai. Ada tujuh kriteria tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat:
1.    Perluasan perasaan diri;
2.    Hubungan diri yang hangat dengan orang-orang lain;
3.    Keamanan emosional;
4.    Persepsi realistis;
5.    Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas;
6.    Pemahaman diri;
7.    Filsafat hidup yang mempersatukan.

2.    Carl Rogers – Orang yang berfungsi sepenuhnya
Rogers percaya bahwa orang-orang dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan dunia sekitar mereka bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat mereka kontrol. Menurutnya, manusia yang rasional dan sadar, tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak, seperti pembiasaan akan kebersihan (toilet training), penyapihan yang lebih cepat, atau pengalaman-pengalaman seks sebelum waktunya.

Masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting daripada masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita. Rogers memberikan lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya:
1.    Keterbukaan pada pengalaman;
2.    Kehidupan eksistensial;
3.    Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri;
4.    Perasaan bebas;
5.    Kreativitas.


3.    Erich Fromm – Orang yang produktif
Fromm melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan. Karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa harus didefinisikan menurut bagaimana baiknya masyarakat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan dasar semua individu, bukan menurut bagaimana baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat.
 
Fromm percaya bahwa kita semua memiliki suatu perjuangan yang melekat pada diri kita untuk kesehatan dan kesejahteraan emosional, suatu kecenderungan bawaan untuk kehidupan yang produktif, untuk keharmonisan dan cinta.
 
Apa yang penting dalam mempengaruhi kepribadian ialah kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak dimiliki oleh binatang-binatang rendah. Semua manusia – sehat dan tidak sehat – di dorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut; perbedaan antara mereka terletak dalam cara memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif.

4.    Abraham Maslow - aktualisasi diri
Dalam pandangan humanistik ini, manusia memiliki potensi lebih banyak daripada apa yang mereka capai. Maslow berpendapat bahwa apabila kita dapat melepaskan potensi itu, maka kita semua dapat mencapai keadaan eksistensi yang ideal yang ditemukannya dalam orang-orangnya yang mengaktualisasikan-diri. Persyaratan untuk mencapai aktualisasi-diri ialah memuaskan empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah: (1) kebutuhan-kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, (4) kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan.
 
Maslow memberikan sejumlah sifat khusus yang menggambarkan pengaktualisasi-pengaktualisasi-diri.
1.    Mengamati realitas secara efisien;
2.    Penerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri;
3.    Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran;
4.    Fokus pada masalah-masalah di luar diri mereka;
5.    Kebutuhan akan privasi dan independensi;
6.    Berfungsi secara otonom;
7.    Apresiasi yang senantiasa segar;
8.    Pengalaman-pengalaman mistik atau “puncak”;
9.    Minat sosial;
10.    Hubungan antarpribadi;
11.    Struktur watak demokratis;
12.    Perbedaan antar sarana dan tujuan, antara baik dan buruk;
13.    Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan;
14.    Kreativitas;
15.    Resistensi terhadap inkulturasi.

Sumber : Schultz, D. Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Yang Sehat, Kanisius, 1993.